Syamsuriadi
15 tahun yang lalu, tepatnya tahun 2007 merupakan awal mula terjadinya degradasi ekosistem di pulau Laburoko, bertepatan dengan ekploitasi pertambangan di pulau tersebut, selama tiga tahun pulau Laburoko di keruk dan di ambil hasil alamnya dan berakhir begitu saja menyisahkan duka buat masyarakat sekitar.
Kasubdit Pulau-pulau Kecil dan Terluar Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahmad Aris, pernah menegaskan komitmen pemerintah dalam memastikan keberlangsungan ekosistem kawasan pulau-pulau kecil. Salah satunya dari aktivitas pertambangan.
Sebab, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil akan berdampak masif pada keberlangsungan ekosistem pulau-pulau kecil tersebut.
Dari segi hukum, jika pertambangan di pulau Laburoko di lakukan itu melanggar UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pulau-pulau Kecil. Pasal 35 UU tersebut menyatakan, dalam memanfaatkan wilayah pesisir pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitar.
Jika itu benar benar terjadi Pemerintah sebagai refresentatif rakyat harus bersikap tegas dalam menyikapi persoalan ini, yang secara terang terangan telah bertentangan konsitusi kita, kami menyakini pemerintah adalah orang yang taat hukum tentu tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi.
"Pulau Laburoko adalah pulau kecil, Dengan demikian, jika perusahaan melakukan pertambangan nikel di pulau ini jelas-jelas bertentangan dengan UU No 27 tahun 2007 dan kami dengan tegas menolak penambangan di pulau tersebut. kata Mantan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Pemuda Pelajar Kecamatan Wolo (IMPPW-SULTRA), Syamsuriadi, di kendari, Selasa (09/08)**